Powered By Blogger

Selasa, 14 Agustus 2012

SURKENTI - The Tetralogy (part 1)



Perkenalkan namaku Ant’onio, aku adalah seekor semut pekerja dari koloni semut merah. Tugasku dalam koloni ini adalah bekerja mencari makan untuk anggota koloniku dan tentunya untuk ratu semut kami. Sebagai semut pekerja aku juga bertugas membangun sarang dan mengamankan telur2 kami dari serangan para predator seperti burung emprit, pleci dan cucakrowo yang ‘dowo buntute’, heheheh. Kalau dipikir2 tugas kami memang sangat berat, kadang aku bertanya2, kenapa sang ratu semut yang notabene berbadan lebih besar dari kami dan bersayap malah enak2an duduk di singgasananya tanpa melakukan apapun dan dilayani pula oleh para mbok emban, kerjaannya hanya makan, kawin (yes! Really) dan bertelur! Itu saja tugasnya. Padahal dengan badannya yang besar dan bantuan sayapnya mungkin akan memudahkan dirinya untuk bekerja seperti kami. Kehidupan kami yang berkoloni ini memang sudah warisan sejak dahulu kala, seperti halnya bangsa lebah dan rayap. Pernah aku bertanya pada temanku si Pedro, dia lebah pekerja juga di koloninya.
“Pedro, kenapa ya bangsa kita terdiri dari para pekerja yang selalu susah payah bekerja dan seorang ratu yang menganggur dan selalu dilayani?”
Dan si Pedro pun memberi jawaban yang kurang memuaskanku:
“memang sudah takdir kita sebagai bangsa eusocial Ant’.”
Begitu doang jawabnya. Akupun tak tau apa yang dia bicarakan? Eusocial? Panganan opo kui ndes? Oh maaf, itu bahasa ‘ant’cient, bahasa itu sering digunakan nenek moyang kami dulu sebelum ditemukan bahasa yang lebih sopan seperti yang sekarang kami gunakan. Lalu aku bertanya lagi pada Pedro,
“bro, eh dro…. Bro to the dro : BODO! Hahaha.. gak2 dro, bercanda hahahah”.
“zzzzzzzzzzz (buzzing –> seriously, he’s a bee!)”.
“satu lagi pertanyaanku dro.. kenapa banyak bangsa binatang lain gak berperilaku seperti kita? dan aku lihat mereka tampak bebas dan bahagia”.
“ya itu tadi ant, ‘takdir’. Hidup kita sudah diatur oleh Tuhan sedemikian rupa. Ingat Ant’onio, Tuhan menciptakan semua hal dengan adil dan seimbang. Kalau ingin bebas, sana jadi ulat saja!”.
Lagi2 aku susah memaknai kata2 si pedro, emang aku yang bodoh atau pedro yang kelewat idiot ya? Ah entahlah.. yang penting kujalani saja hidupku ini seperti biasa dan sebaik2nya..
Suatu hari, aku berada jauh sekali dari sarang koloni kami. Hari ini aku bertugas untuk mencari makan. Karena ini musim kemarau, makanan sangat sulit untuk didapatkan. Aku sudah mencari sampai sejauh 10 meter dari sarangku tapi belum kudapatkan apapun untuk kubawa pulang sebagai makanan koloniku. Aku jadi melamun dan memikirkan apa yang dikatakan pedro kemarin sambil tetap berjalan mencari2 makanan. Belum berhasil aku mengurai setiap kata demi kata yang diucap pedro kemarin, tiba2 sebuah benda besar kuning dan runcing menancap ditanah disamping tubuhku hingga menerbangkan semua debu kemarau yang hangat dan membuat jarak pandangku hanya menjadi 0,5 cm.
“opo kui mau cuk?”
tanpa sadar bahasa ‘ant’cient ku muncul lagi. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, tapi tak terlihat apa2 karena debu kemarau masih menyelimuti. Sampai akhirnya aku sadar sudah ada burung emprit didepanku siap untuk mematuk.
“cuocote! Emprit!! Modar aku ndes!!!”
dengan bahasa ‘ant’cient yang medhok aku berlari sekencang2nya menghindari patukan si emprit. Berbeda dengan burung2 lain yang elegan, selain mengincar telur kami, kadang2 burung emprit juga suka memakan tubuh kami, padahal kata orang2 tubuh kami ini rasanya pedas dan berbau tajam. Memang si emprit ini terkenal sebagai burung yang rakus. Sedang asyik2nya berlari zig-zag menghindari patukan si emprit, sayup2 terdengar suara seseorang memanggil dari kejauhan
“hey kau semut..! Sini..! Sembunyi di sini…!”.
Tanpa pikir panjang aku berlari sekencang2nya menuju rerimbunan celah-celah akar sebuah pohon tempat suara tadi berasal. Si emprit masih berusaha mematukku dengan semangat yang menggelora melalui celah2 akar, laper bener kayaknya ni emprit satu. karena otak si emprit yang tulalit, leher si emprit pun terjepit, diantara akar pohon yang sempit, akar2 itu membuatnya terlilit, si emprit pun menjerit, karena mendadak sembelit, pasti itu rasanya sangat sakit. (yeeeiyy!! berhasil menulis Rhyme dengan akhiran –it. \(^_^)/). Karena keadaan sudah aman, aku segera  mencari2 siapa tadi yang sudah menolongku dengan mengajak bersembunyi disini. Langkahku terhenti ketika ada sesosok bayangan mengerikan di sela2 akar pohon. Lebih mengerikan lagi, bayangan itu bergerak mendekatiku. Kontan suasana menjadi sangat mencekam apalagi diiringi dengan backsound film horror pemenang anugrah Oscar award. Dan tiba-tiba . . . aaaaaarghh!!!! seekor ulat kecil tembem berwarna hijau yang lucu muncul dari balik akar pohon. Huft, bayangannya di celah akar aja serem bgt tadi, (maaf ya para pembaca kalau anda kecewa, hehehe. sebenarnya awalnya aku pengen memunculkan monster cacing laut berduri yg kaya di pilm spongebob itu. Tapi entah kenapa yg terpilih waktu casting adalah seekor ulat kecil tembem berwarna hijau yang lucu ini. –writer-) Ternyata tadi dialah yang sudah menolong nyawaku dari ancaman si emprit tulalit. Akhirnya kami berkenalan
“hai, terimakasih sudah menyelamatkanku dari si emprit tadi. Oh iya, Namaku Ant’onio panggil saja Bona.. eh maksudku panggil saja Ant’ hehehe”.
“hai Ant, namaku Surkenti, tapi panggil saja aku Kent. hihihiiihiiiii.”
Gila nih cewek, ngakaknya kayak kuntilanak, suwer.. 
“Ant, kenapa kamu disini? Jarang sekali aku melihat ada semut di sekitar sini. Apa kamu tersesat?”
“eh, maaf Ti, eh Sur, eh maksudku Kent, namaku bukan Ant, tapi Ant’. Jangan lupa tanda petik setelah huruf T-nya, J” (penting ya?) “eh iya, aku lagi mencari makanan nih untuk koloniku. karena musim kemarau yang panjang ini, di dekat sarang kami sudah jarang ada makanan, makanya aku mencari sampai sini.“
“oh begitu, ayo ikut aku”
Kent mengajakku naik ke atas pohon dimana dia tinggal, pohon ini dari luar memang tampak ridiculous bgt, akarnya naik sampai di atas permukaan tanah bentuknya seperti celana cutbray, batangnya kurus bgt, terus daunnya lebat dan membentuk mirip rambut keribo, suwer! Kalo diperhatiin, ini pohon persis kayak Jimmy Hendrix. Hahahahahah.. sampai di bagian tengah rambut keribo, eh, maksudnya sampai bagian tengah rimbunan daun, aku kaget sekali karena banyaak sekali buah blueberry bergantungan ‘pating prentil’ disana-sini. Padahal dari luar tak kelihatan satupun, hanya daun2 lebat saja.
“silahkan ambil sepuasmu Ant’ untuk makanan kolonimu.”
“wah, terimakasih ya Kent, kamu baik sekali. Satu buah saja sudah cukup untuk makan 100 semut kok.”
sambil mengunyah buah blueberry yang berukuran 5 kali besar dari tubuhku aku bertanya pada Surkenti
                “kamu tinggal sendiri disini kent?”
“iya, dulu orangtuaku meninggalkan aku yang masih berbentuk telur di pohon ini. Mereka menyembunyikanku dari para pemangsa. Sampai sekarang aku tinggal disini sendiri, makanya aku senang kalau ada yang mampir kesini. Aku jadi punya teman, seperti kamu.”
“oh iya Kent, denger ceritamu aku jadi inget temenku si Pedro pernah bilang kalau ulat itu hewan yang independen, ternyata benar adanya.”
“iya Ant’ aku mengurus semuanya sendiri, kayak anak kost gt deh.”
puas makan blueberry, Akhirnya aku pamit pulang kepada Surkenti sambil mendorong dan menggelindingkan sebuah blueberry untuk kubawa pulang ke sarang.
“besok kesini lagi ya Ant’ aku senang akhirnya aku punya teman.”
Aku tersenyum,
“Ok kawan, aku juga senang mengenalmu!”



=> to be continued

coming soon -  SURKENTI - The Tetralogy (part 2)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar