Perkenalkan namaku Ant’onio, aku adalah seekor semut pekerja dari koloni semut merah. Tugasku dalam koloni ini adalah bekerja mencari makan untuk anggota koloniku dan tentunya untuk ratu semut kami. Sebagai semut pekerja aku juga bertugas membangun sarang dan mengamankan telur2 kami dari serangan para predator seperti burung emprit, pleci dan cucakrowo yang ‘dowo buntute’, heheheh. Kalau dipikir2 tugas kami memang sangat berat, kadang aku bertanya2, kenapa sang ratu semut yang notabene berbadan lebih besar dari kami dan bersayap malah enak2an duduk di singgasananya tanpa melakukan apapun dan dilayani pula oleh para mbok emban, kerjaannya hanya makan, kawin (yes! Really) dan bertelur! Itu saja tugasnya. Padahal dengan badannya yang besar dan bantuan sayapnya mungkin akan memudahkan dirinya untuk bekerja seperti kami. Kehidupan kami yang berkoloni ini memang sudah warisan sejak dahulu kala, seperti halnya bangsa lebah dan rayap. Pernah aku bertanya pada temanku si Pedro, dia lebah pekerja juga di koloninya.
“Pedro, kenapa ya bangsa kita terdiri dari para pekerja yang
selalu susah payah bekerja dan seorang ratu yang menganggur dan selalu
dilayani?”
Dan
si Pedro pun memberi jawaban yang kurang memuaskanku:
“memang sudah takdir kita sebagai bangsa eusocial Ant’.”
Begitu
doang jawabnya. Akupun tak tau apa yang dia bicarakan? Eusocial? Panganan opo
kui ndes? Oh maaf, itu bahasa ‘ant’cient, bahasa itu sering digunakan nenek
moyang kami dulu sebelum ditemukan bahasa yang lebih sopan seperti yang
sekarang kami gunakan. Lalu aku bertanya lagi pada Pedro,
“bro, eh dro…. Bro to the dro : BODO! Hahaha.. gak2 dro,
bercanda hahahah”.
“zzzzzzzzzzz (buzzing –> seriously, he’s a bee!)”.
“satu lagi pertanyaanku dro.. kenapa banyak bangsa binatang
lain gak berperilaku seperti kita? dan aku lihat mereka tampak bebas dan
bahagia”.
“ya itu tadi ant, ‘takdir’. Hidup kita sudah diatur oleh Tuhan
sedemikian rupa. Ingat Ant’onio, Tuhan menciptakan semua hal dengan adil dan
seimbang. Kalau ingin bebas, sana jadi ulat saja!”.
Lagi2
aku susah memaknai kata2 si pedro, emang aku yang bodoh atau pedro yang kelewat
idiot ya? Ah entahlah.. yang penting kujalani saja hidupku ini seperti biasa dan
sebaik2nya..
Suatu hari, aku berada jauh sekali dari sarang koloni kami.
Hari ini aku bertugas untuk mencari makan. Karena ini musim kemarau, makanan
sangat sulit untuk didapatkan. Aku sudah mencari sampai sejauh 10 meter dari
sarangku tapi belum kudapatkan apapun untuk kubawa pulang sebagai makanan
koloniku. Aku jadi melamun dan memikirkan apa yang dikatakan pedro kemarin
sambil tetap berjalan mencari2 makanan. Belum berhasil aku mengurai setiap kata
demi kata yang diucap pedro kemarin, tiba2 sebuah benda besar kuning dan
runcing menancap ditanah disamping tubuhku hingga menerbangkan semua debu
kemarau yang hangat dan membuat jarak pandangku hanya menjadi 0,5 cm.
“opo kui mau cuk?”
tanpa
sadar bahasa ‘ant’cient ku muncul lagi. Aku melihat ke kanan dan ke kiri, tapi
tak terlihat apa2 karena debu kemarau masih menyelimuti. Sampai akhirnya aku
sadar sudah ada burung emprit didepanku siap untuk mematuk.
“cuocote! Emprit!! Modar aku ndes!!!”
dengan
bahasa ‘ant’cient yang medhok aku berlari sekencang2nya menghindari patukan si
emprit. Berbeda dengan burung2 lain yang elegan, selain mengincar telur kami,
kadang2 burung emprit juga suka memakan tubuh kami, padahal kata orang2 tubuh
kami ini rasanya pedas dan berbau tajam. Memang si emprit ini terkenal sebagai burung
yang rakus. Sedang asyik2nya berlari zig-zag menghindari patukan si emprit,
sayup2 terdengar suara seseorang memanggil dari kejauhan
“hey kau semut..! Sini..! Sembunyi di sini…!”.
Tanpa
pikir panjang aku berlari sekencang2nya menuju rerimbunan celah-celah akar
sebuah pohon tempat suara tadi berasal. Si emprit masih berusaha mematukku
dengan semangat yang menggelora melalui celah2 akar, laper bener kayaknya ni
emprit satu. karena otak si emprit yang tulalit, leher si emprit pun terjepit, diantara
akar pohon yang sempit, akar2 itu membuatnya terlilit, si emprit pun menjerit,
karena mendadak sembelit, pasti itu rasanya sangat sakit. (yeeeiyy!! berhasil
menulis Rhyme dengan akhiran –it. \(^_^)/). Karena keadaan sudah aman, aku
segera mencari2 siapa tadi yang sudah
menolongku dengan mengajak bersembunyi disini. Langkahku terhenti ketika ada
sesosok bayangan mengerikan di sela2 akar pohon. Lebih mengerikan lagi,
bayangan itu bergerak mendekatiku. Kontan suasana menjadi sangat mencekam
apalagi diiringi dengan backsound film horror pemenang anugrah Oscar award. Dan
tiba-tiba . . . aaaaaarghh!!!! seekor ulat kecil tembem berwarna hijau yang
lucu muncul dari balik akar pohon. Huft, bayangannya di celah akar aja serem
bgt tadi, (maaf ya para pembaca kalau
anda kecewa, hehehe. sebenarnya awalnya aku pengen memunculkan monster cacing
laut berduri yg kaya di pilm spongebob itu. Tapi entah kenapa yg terpilih waktu
casting adalah seekor ulat kecil tembem berwarna hijau yang lucu ini.
–writer-) Ternyata tadi dialah yang sudah menolong nyawaku dari ancaman si
emprit tulalit. Akhirnya kami berkenalan
“hai, terimakasih sudah menyelamatkanku dari si emprit tadi. Oh
iya, Namaku Ant’onio panggil saja Bona.. eh maksudku panggil saja Ant’ hehehe”.
“hai Ant, namaku Surkenti, tapi panggil saja aku Kent.
hihihiiihiiiii.”
Gila
nih cewek, ngakaknya kayak kuntilanak, suwer..
“Ant, kenapa kamu disini? Jarang sekali aku melihat ada semut
di sekitar sini. Apa kamu tersesat?”
“eh, maaf Ti, eh Sur, eh maksudku Kent, namaku bukan Ant, tapi
Ant’. Jangan lupa tanda petik setelah huruf T-nya, J” (penting ya?) “eh iya, aku
lagi mencari makanan nih untuk koloniku. karena musim kemarau yang panjang ini,
di dekat sarang kami sudah jarang ada makanan, makanya aku mencari sampai
sini.“
“oh begitu, ayo ikut aku”
Kent
mengajakku naik ke atas pohon dimana dia tinggal, pohon ini dari luar memang
tampak ridiculous bgt, akarnya naik sampai di atas permukaan tanah bentuknya
seperti celana cutbray, batangnya kurus bgt, terus daunnya lebat dan membentuk
mirip rambut keribo, suwer! Kalo diperhatiin, ini pohon persis kayak Jimmy
Hendrix. Hahahahahah.. sampai di bagian tengah rambut keribo, eh, maksudnya
sampai bagian tengah rimbunan daun, aku kaget sekali karena banyaak sekali buah
blueberry bergantungan ‘pating prentil’ disana-sini. Padahal dari luar tak
kelihatan satupun, hanya daun2 lebat saja.
“silahkan ambil sepuasmu Ant’ untuk makanan kolonimu.”
“wah, terimakasih ya Kent, kamu baik sekali. Satu buah saja
sudah cukup untuk makan 100 semut kok.”
sambil
mengunyah buah blueberry yang berukuran 5 kali besar dari tubuhku aku bertanya
pada Surkenti
“kamu tinggal sendiri disini
kent?”
“iya, dulu orangtuaku meninggalkan aku yang masih berbentuk
telur di pohon ini. Mereka menyembunyikanku dari para pemangsa. Sampai sekarang
aku tinggal disini sendiri, makanya aku senang kalau ada yang mampir kesini.
Aku jadi punya teman, seperti kamu.”
“oh iya Kent, denger ceritamu aku jadi inget temenku si Pedro
pernah bilang kalau ulat itu hewan yang independen, ternyata benar adanya.”
“iya Ant’ aku mengurus semuanya sendiri, kayak anak kost gt
deh.”
puas
makan blueberry, Akhirnya aku pamit pulang kepada Surkenti sambil mendorong dan
menggelindingkan sebuah blueberry untuk kubawa pulang ke sarang.
“besok kesini lagi ya Ant’ aku senang akhirnya aku punya
teman.”
Aku
tersenyum,
“Ok kawan, aku juga senang mengenalmu!”
=> to be continued
coming soon - SURKENTI - The Tetralogy (part 2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar