Powered By Blogger

Rabu, 17 April 2024

Dear Enji

Another day passed by

Neither I nor her knew

God graced us with gifts

Goodness came afterward

In this dark cave, I rise.


Sings us a love song

Under the warm light

Happiness is in the air

Along the road we laugh

Rain won't even bother us

This one is special

In this very moment I believe once more

Nice person like you exists

I swear to God you are special


So, we care for each other

Inner child spread out

Rough day seems easy when we hold hands

Enji please be happy

Give me your brightest smile

A man will love you always

Right here, yes I am that very man.



Jumat, 29 Maret 2024

Judulnya apa?

 

Gundah Gulana Resah tak terkira. 

Ketakutan menjelma menjadi prahara saat malam tiba. 


Dipenghujung jalan kulihat secercah harapan. 

Datang membawa kehangatan. 


Akankah ini bertahan atau hancur lebur bersama puing puing kenangan. 


Entahlah. Saat ini aku menikmati, menggilai dan mengamini semua yg ada di dirimu, Wian.


Semoga kau bisa bertahan.

Panjang umur harapan dan kasih sayang. 


Disclaimer

Puisi ini dibuat dengan paksaan dan tekanan dri pihak yang bersangkutan. 


Kopeng, 4 Maret 2024.

Salam hangat, 


Enji

Sabtu, 20 Januari 2024

Aku masih ada


Aku pernah kalah
Aku pernah marah
Aku pernah hilang arah
Aku sempat musnah

Aku berjalan tanpa teman
Aku berjalan tanpa tujuan
Aku berjalan tanpa nyawa
Aku hanya daging tanpa hati

Aku sudah pergi
Aku sudah tak berarti
Aku sudah mati
Aku tak ingin kembali

Aku masih ada kesempatan
Aku masih ada masa depan
Aku masih ada harapan
Aku masih ada


Kamis, 18 Juli 2019

Refleksi diri

Selalu, disaat mata belum memejam, kuteringat semua hal yang terjadi sepanjang hari ini.
Jarang, akhir akhir ini aku mengingat hal hal bahagia, karena memang aku tidak.
Sering, yang kuingat adalah hal hal buruk yang yang terjadi, bahkan yang aku lakukan sendiri.
Kadang, kepada rekan kerja, atasan, bahkan Tuhan.

Pernah, suatu hari sebelum jam kerja usai, ku tak sengaja menginjak lantai yang barusan di pel oleh petugas, aku tersenyum bermaksud maaf tersungging, namun sang petugas menjatuhkan tongkat pel kecewa, dan berlalu. aku sadar, aku salah, aku selalu sadar betapa berat harinya membersihkan lantai yg sebentar di pel sebentar kotor diinjak konsumen, tiap hari bergumul dengan sampah yg bukan miliknya. Betapa berat hari harinya dituntut area tanggung jawabnya selalu sempurna, namun yang didapat tak setara. Betapa ia memikirkan keluarganya makan apa esok lusa. Maka bisa kutahan amarahku untuk membalas bantingan tongkat pelnya. Kudatangi ia, menjabat tangannya dan meminta maaf hingga ia balik menyunggingkan senyumnya. Aku pun lega.

Beberapa kali, ku tak sepemahaman dengan atasan, karna kuanggap mereka hanya memerintah, sembari menikmati hasil jerih payah bawahannya yang tiap hari mengecek tanggal habis kontrak. Setiap kebijakan yang berpotensi merugikan kaumku, kutebas habis, kadang dengan sikap garang dan sok membela yang lemah kumelawan. Namun aku sering menyesal seperti malam ini, karena terkadang ku kelewat batas dan cenderung menyakiti hati. Ia atasanku juga hanya menjalankan tugas yang diperintahkan oleh atasannya lagi. Besok pasti suasana sudah seperti biasa lagi karena sisi baik atasanku ini memang tidak mendendam, setidaknya begitu yang ia perlihatkan. Namun hatiku sendirilah yang terkoyak, dengan penyesalan atas kelakuanku yang terkadang arogan dan mau menang sendiri. Saat di kantor, aku ingin terlihat sangar, garang, idealis dan pejuang, namun saat malam seperti ini, di kamar kos sunyi ini, aku hanyalah bocah kecil yang bertanya tanya, apakah aku orang baik? Apakah aku jahat? Apakah aku sudah menjadi manusia? Labil, Mungkin label itu cocok disematkan di diriku. Aku lemah saat sendiri, aku tak yakin, aku insecure. Keinsecure-an ku ini mungkin yang membuat aku merasa harus terlihat kuat di lingkungan pekerjaan. Sok kuat diluar padahal lembek dan rapuh didalamnya. Dasar aku.

Suatu kali, bahkan aku sangat arogan kepada Tuhan, aku mempertanyakan, apakah hidup ini adil ya Tuhan? Lihat saja adik kecil di tepi jalan itu, usia sekitar tiga, menjajakan koran untuk bisa bertahan hidup sehari lagi dimuka bumi. Lalu lihat di dalam mobil Alphard yg berhenti tepat didepannya, ada bocah usia lima yang mendapatkan segala apa yang dimintanya bahkan yang tak ia minta. Bersama sopir pribadi dan pengasuhnya, iapun bahagia karena ditemani pula oleh ayah ibunya yang sangat menyayanginya, bahagia dan sempurna. Sedang anak jalanan berusia tiga, kita tak tahu apa ibunya masih ada atau ia sebatang kara. Nasib manusia tidak bisa dipilah pilih, aku yang karyawan biasa mana bisa mengubah nasib anak yang kulihat ditepi jalan itu. Paling cuma bisa beli korannya dua.  

Tuhan, maafkan aku yang sering marah dan protes melihat ketidak adilan, bahkan aku lancang memprotesmu. Namun Aku tau pasti, bahwa kebijaksanaanMu melebihi akalku. Maka untuk membenahi diriku sendiri, kuanggap semua kejadian yang kualami seharian ini adalah caraMu berkomunikasi dengan ciptaanMu, supaya aku melihat, supaya aku memahami, supaya aku sadar bahwa ketidak adilan akan selalu ada, Namun dibalik itu semua, carilah kesempatan untuk mengakui kekurangan diri, mengambil pelajaran, mengevaluasi dan berbuat yang lebih benar dikemudian hari. Karena manusia harus terlebih dahulu adil kepada diri sendiri. 


WIAN ANGGONO
18 Juli 2019

Rabu, 20 Maret 2019

Tuesday, March 19 2019, 23:37

Hello orang orang,

Aku capek, tapi gak bisa tidur. Aku mau nulis aja, tanpa konsep, biar mengalir aja, siapa tau aku ketiduran.

Kesibukanku sama kerjaan buatku terjebak diantara rasa capek dan rasa bosan. Hasilnya, tubuh pengen istirahat, tapi otak gak mau kerjasama, kebosanan membuat otakku liar. mikir kesana kemari jadinya gak tidur tidur.

Di segara pikirku tersebar jutaan angan dan pertanyaan, mungkin milyaran, yang tidak terkonsep, liar, terkadang bahkan aku sendiri kaget dengan apa yg kupikirkan. seperti misalnya aku pernah ngobrol dengan diriku sendiri di alam otakku.

Aku: "Hey Minime, pernahkah kamu berpikir, bahwa Bumi ini spesial sekali, satu bongkah batu angkasa yang bisa menghidupi berbagai makhluk. Dengan komposisi yang begitu pas antara air, udara, api, mineral dan segala zat yang terkandung didalamnya saling menyokong dan bersinergi secara seimbang menjadi tempat yang sempurna memungkinkan untuk makhluk makhluk bisa hidup di dalamnya, di permukaannya. Apakah ini kebetulan?"

Aku yg lain: "ha?"

Aku: "sedangkan jika kita tengok planet planet lain yg terdekat yg mampu manusia eksplore dengan segala keterbatasannya, gak ada yg sesempurna Bumi. Mendekati pun tidak. Apakah se spesial itu planet ini? Ada gak ya kira kira di luar sana, di luasnya tata surya, dengan pengetahuan manusia saat ini yg masih terbatas belum bisa menjangkaunya, planet lain yg bisa mengayomi makhluk makhluk seperti ibu pertiwi?"

Aku yang lain: "emmm..."

Aku: "aahh.. maaf, lagi lagi mikirku kejauhan. Aku sadar Minime, aku bukan siapa siapa, apakah aku berhak memikirkan hal seluas itupun aku tak tahu.. sebab aku bukan siapa siapa, aku yang berilmu rendah, bahkan pelajaran Matematika SMP tentang Aljabar dan Persamaan Linear pun ku sudah lupa, jika sekarang dikasih soal, pastilah tak bisa kukerjakan.."

Aku yang lain: "hmmm, iya"

Aku: "tapi boleh kan aku berpikir sejauh demikian di dalam segara pikirku sendiri, diruang pribadi ini didalam otakku sendiri, hanya denganmu minime? Yang penting tidak mengganggu orang lain"

Aku yang lain: "ya boleh aja sih, tapi, apa itu penting? Apa itu berguna bagi hidupmu yang nyata nyata ada dekat disini, yang hanya seorang buruh kecapekan susah tidur, yang selalu bingung besok sarapan pake apa?"

Aku: "nah itu yg tadi kutanyakan, kan? Apa aku berhak berpikiran seluas itu? Tapi melihat pendapatmu, aku ngerasa kaya ditarik kembali ke daratan. Yang tadinya seperti melayang layang kejauhan. Aku tersentak dan tersadar. Hidupku tidak signifikan jika dibanding dengan agungnya semesta. Hidupku cuma sebentar di Bumi pertiwi ini, apa yg bisa aku lakukan agar setidaknya bisa sedikit bermanfaat bagi semesta?"

Aku yang lain: "Cobalah berbuat baik pada semuanya, tidak perlu sekaligus, cukup dari yang terkecil dan terdekat. Berbuat baiklah dirimu sendiri dulu, pikirkan kesehatanmu, pikirkan kewarasanmu, pikirkan dulu dirimu, perbaiki satu satu, baik fisik dan psikismu. Ayo kita mulai dengan besok mau sarapan apa?"

Aku: "ih, iya kamu benar. Intinya berarti semua sesuai kapasitas nya masing2 dulu ya Me? Kalo mampumu segini yaudah nerimo aja itu diperbaiki sampai baik banget, nanti pasti akan meningkat sendiri levelnya. Gitu kan?"

Aku yg lain: "nah..!! Kui lo maksudnya aku... jadi besok mau sarapan apa...?"

Aku: "Tadi aku udah beli roti sobek di Alfamart, susu UHT yg kemarin juga masih. Jadi aman kan me?"

Aku yg lain: "good... my self, gitu donk.. jgn diulangi ya kesalahan kmrn dan tadi pagi yang lupa sarapan. Kamu boleh sibuk, kamu boleh ngayal sejauh apapun, tapi kamu harus sehat, kalo kamu mati? Sayang donk, gak bisa naik ke level selanjutnya donk untuk berpikir lebih luas lagi. wong waktumu di Bumi cuma sebentar.

Aku: "woiyo apik tenan, berarti saiki aku harus tidur Minime. Aku sayang kamu.. bye.."

Wednesday, March 20th 2019, 00:03




Minggu, 01 Juli 2018

Pagi Merindu

Sepagi ini mengejar mentari
Mencari kehidupan, mencari makna dibalik angin menari
Sepagi ini belajar berlari
Merindu sebuah target bersama kekasih hati
Kurindu kau di sela hari
Berangan tentang kau setiap pagi
Memohon agar kau selalu tentram dalam terang dan temaram
Semoga gusti mendengar yang kubisik setiap usai ku bermimpi
Rahayu untuk dirimu, diriku dan rindu ini.

Wian Anggono ~ 1 Juli 2018



Sabtu, 26 Mei 2018

Untuk Ratu ku

Timur menghangat, sehangat telapak tanganmu saat kau malu.
Pagi ini dikala semua mata rapat mengatup diikat mimpi,
Aku belum pejam mungkin sudah ber jam jam.
Mendekap seorang Ratu, yang lelah dipuja puji, mencari ketentraman dibalik sederhananya pagi.
Mentari pun iri melihat sang Ratu terbenam dipelukanku.
Peduli aku pun tidak pada dunia yang bising, penuh sampah berbalut nurani.
Pagi ini, hanya ada Kau, Aku, Embun dan Matahari.
Habislah semua lelah, Sukmaku damai tanpa celah.


Wian Anggono ~ 26 Mei 2018